Sabtu, Mei 4, 2024
BerandaBisnisLawan Pandemik Covid-19 Melalui Diplomasi Kesehatan Global

Lawan Pandemik Covid-19 Melalui Diplomasi Kesehatan Global

Destinasi Bandung- Lawan Pandemik Covid-19 Melalui Diplomasi Kesehatan Global. Kesehatan menjadi hal yang fundamental bagi kehidupan suatu negara dan dalam berhubungan dengan negara lain. Bahkan saat ini, kesehatan menjadi salah satu primadona baru dalam berdiplomasi antar negara, terlebih lagi di saat pandemik Covid-19 seperti sekarang.

Dalam keadaan pandemi seperti ini, Badan Kesehatan Dunia (WHO) memiliki tanggung jawab untuk menjamin ketersediaan vaksin agar vaksin dapat dimanfaatkan oleh siapapun. Indonesia sebagai anggota dari Executive Board WHO sejak tahun 2017 – 2021 tentu saja mendukung jaminan ketersediaan vaksin dan akses ke vaksin.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Sosial-Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang Kementerian Luar Negeri RI Kamapradipta Isnomo, dalam kegiatan Saga Multilateral Webinar Series Episode 3: Diplomasi Kesehatan Global Pada Masa Pandemik, pada tanggal 15 Mei 2020.

“Dengan menjadi Member of Executive Board di WHO, Indonesia bisa memberikan arah kebijakan dan langkah–langkah untuk WHO maupun kepada Direktur Jendral WHO untuk menanggulangi wabah Covid-19. Dengan menjadi anggota Member of Executive Board, Indonesia mendukung tata kelola sharing of virus dan akses mendapatkan vaksin agar vaksin dapat dimanfaatkan oleh siapapun“ ujar Kamapradipta.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Irmansyah mengatakan bahwa Solidarity Trial merupakan program dari WHO yang melibatkan lebih dari 100 negara, untuk melalukan clinical trail terutama pada empat kandidat utama obat untuk melawan Covid-19.

“Indonesia menjadi negara ke-enam, yang telah melakukan studi ini. Hasil yang diharapkan adalah adanya percepatan untuk menemukan antivirus yang cocok dan bukti yang kuat, untuk melawan Covid-19, yang berkualitas, efektif dan aman”, ujar Irmansyah.

Wabah Pandemik Covid-19 yang sudah menularkan kepada 4 juta jiwa di seluruh dunia dalam waktu enam bulan ini, dengan tingkat kematian 294 ribu, memerlukan suatu strategi khusus untuk mencegah penambahan penularan, salah satunya adalah melalui pemberian obat atau vaksinasi.

Di Indonesia sendiri, salah satu upaya untuk pencegahan dan pengobatan Covid-19, dilakukan oleh Holding BUMN Farmasi yang baru saja terbentuk pada akhir Januari 2020 yang lalu. Holding BUMN Farmasi yang terdiri dari tiga perusahaan yaitu, Bio Farma sebagai induk holding dengan anggota Kimia Farma Tbk dan Indofarma Tbk, memiliki peran yang strategis antara lain berkolaborasi untuk pengembangan vaksin, obat dan test diagnostik yang bekerjasama dengan lembaga riset nasional Perguruan Tinggi dan lembaga lainnya, serta mencari potensi kerjasama dengan lembaga Riset di luar negeri.

Direktur Operasi Bio Farma M. Rahman Roestan menjalaskan bahwa Bio Farma memiliki peran strategis baik di dalam maupun di luar negeri. Peran didalam negeri yang utama adalah untuk peningkatan daya saing farmasi nasional, yang diwujdukan melalui pembentukan Holding BUMN Farmasi. Peran strategis kedua untuk dalam negeri adalah menciptakan kemandirian dalam hal produksi lifescience dalam negeri seperti vaksin dan antisera, plasma darah, biosimilar / stemcell dan diagnostik.

Sedangkan peran strategis luar negeri, Bio Farma memiliki peran untuk ikut serta dalam global health security dengan menyediakan vaksin yang berkualitas sesuai dengan standar WHO, dan meningkatkan peran Indonesia di negara berkembang yang tergabung dalam Developing Countries Vaccine Management Network (DCVMN) dan Organisation of Islamic Cooperation (OIC), untuk menghasilkan vaksin yang berkualitas dan harga terjangkau.

Dalam keadaan pandemi seperti saat ini, diperlukan adanya percepatan pengembangan produk farmasi melalui kolaborasi baik di dalam negeri maupun tingkat global, untuk bersama – sama saling bekerjasama menemukan obat atau vaksin yang tepat untuk mencegah, mengeliminasi dan memutus mata rantai penularan Covid-19 ini.
Beberapa produk yang akan dihasilkan antara lain Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) yang merupakan hasil kolaborasi dengan Task Force dan Inovasi Teknologi Penanganan Covid-19 (TFRIC19) yang dibentuk oleh BPPT, yang akan launching pada tanggal 20 Mei 2020 bersamaan dengan Hari Kebangkitan Nasional. Produk lainnya adalah alternatif terapi untuk pasien Covid-19 berupa konvalesen plasma hasil kolaborasi dengan Rumah Sakit Angkatan Darat (RSPAD).

Sedangkan untuk vaksin, Bio Farma akan melakukan dua strategi yaitu melalui jangka pendek melalui kerjasama dengan lembaga penelitian international diantaranya adalah Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI) dari Norwegia, maupun bersama industri lainnya.

“Dalam keadaan pandemik seperti ini, diperlukan adanya semacam joint collaboration dari semua pihak baik antar industri, maupun antar negara (Goverment to Goverment), untuk secara bersama – sama menemukan solusi terbaik pada pengobatan dan pencegahan penyakit Covid-19, terlebih ini merupakan jenis penyakit baru. Selain antar negara, diperlukan juga kerjasama dalam negeri seperti dengan Kemenlu RI melalui Kedubes RI untuk membantu negosiasi di forum – forum internasional, Kemenkes dan BPOM ”, ungkap Rahman.

Tantangan Kebijakan Global dalam Industri Vaksin Nasional
Namun demikian untuk melalukan percepatan penemuan vaksin, industri vaksin khususnya dinegara berkembang dihadapi pada tantangan – tantangan yang bersifat teknis antara lain akses atas penelitian pengembangan vaksin baru, hambatan pada teknologi dan pengaturan pada alokasi dana yang memadai untuk pengembangan vaksin baru. Dan hambatan lainnya adalah mengenai hak paten. Hak paten yang ditetapkan oleh produsen vaksin dari negara maju membuat industri vaksin dari negara berkembang (pharmerging) mengalami keterlambatan dalam pengembangan produk yang berpotensi terhadap hilangnya kesempatan berkontribusi Nasional dan Global.
Hak paten yang sudah didaftarkan oleh negara maju tersebut, dapat memberikan hambatan pada implementasi proses inovasi, sedangkan untuk mengembangkan sendiri memerlukan waktu yang cukup panjang, dan akses terhadap seed, virus dan bakteri atau substrat sel terhalang oleh eksklusif agreement / koalisi.

RELATED ARTICLES

Most Popular