Minggu, Mei 5, 2024
BerandaBeritaMahasiswi Unpar Daki Gunung Tertinggi di Antartika Vinson Massif

Mahasiswi Unpar Daki Gunung Tertinggi di Antartika Vinson Massif

Destinasi Bandung- Mahasiswi Unpar Daki Gunung Tertinggi di Antartika Vinson Massif. Wanita Indonesia boleh berbangga, pasalnya dua mahasiswi Universitas Parahyangan ( Unpar) yakni Fransisika Dimitri Iniriwang dan Mathilda Dwi Lestari akan menaklukan gunung tertinggi di Benua Antartika Vinson Massif.

Ini adalah gunung kelima yang masuk dalam daftar dua srikandi Indonesia akan taklukan puncak-puncak gunung di dunia. Sebelumnya keduanya masuk dalam tim ‘The Women of Indonesia Seven Summits Expedition’ Mahitala Unpar WISSEMU sudah menaklukan yakni Gunung Carstensz Pyramid (4.884 meter di atas permukaan laut) 13 Agustus, Gunung Elbrus 5.642 mdpl pada 15 Mei 2015, Gunung Kalimanjaro 5.895 mdpl pada 24 Mei 2015 dan terakhir Gunung Aconcagua dengan 6.962 mdpl pada 1 Februari 2016. Tim The Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition Mahitala Universitas Katolik Parahyangan (WISSEMU) akan melakukan pendakian gunung Vinson Massif, Antartika pada Rabu (21/12/2016).

Dua pendakian berikutnya untuk menyelesaikan misi trek Seven Summit antara lain Gunung Denali di Alaska dan Gunung Everest di Nepal.

“Kami menyiapkan fisik, logistik, pengetahuan. Kami harus tahu pengetahuan terkait tantangan apa yang dihadapi, titik-titik berat yang harus dilewati dan memikirikan cara mengatasai dan melewatinya. Kami mematangkan persiapan kami dari sini,” ujar Didi, sapaan akrab Fransiska Dimitri Inkiriwang.

Menurut Didi, persiapan yang dilakukan selama ini memang jauh lebih berat dari pendakian sebelumnya. Hal ini karena Vinson Massif terkenal dengan cuaca ekstrem yang dapat mencapai -40 derajat Celcius. Salju akan menutupi seluruh bagian permukaan Antartika. Pemilihan waktu pada pertengahan Desember 2016 juga bersamaan dengan musim panas di mana matahari berada di wilayah selatan.

Selain itu, Vinson Massif dikenal sebagai benua paling terisolasi dan terbersih di dunia. Hanya sedikit orang yang mendapat izin masuk ke benua tersebut.

Didi menambahkan tantangan berikutnya berkaitan dengan ketinggian. Di ketinggian di atas 3.000 mdpl, oksigen akan menipis. Selain itu, gerak pun akan terbatas dan harus minum 8-10 liter perhari.

Di sisi logistik, dibutuhkan banyak peralatan baru untuk pendakian tersebut. Apollo suit (pakaian seperti kostum astronot), kereta barang (sled), dan peralatan lainnya sudah disiapkan. Untuk asupan perut, Didi dan Mathilda berbekal makanan kalengan dan instan.

Beban mereka akan semakin berat karena tanpa porter dan berkurangnya satu personel.

“Jadi sekarang semua tugas kami bagi berdua, total beban yang akan kami bawa yaitu 50 kg,” kata Didi.

Persiapan fisik juga rutin dilakukan mereka berdua setiap hari melalui latihan dengan lari, beban, yoga, wimhoff, dan renang dengan beban terus bertambah untuk menjaga stamina tubuh.

“Kami harus terbiasa dengan beban kereta (sled) yang ditarik oleh pinggang,” kata Mathilda.

Kemudian, sirkuit training di daerah sekitar kampus yang menurun dan menanjak ditambah push up dan spring. Terakhir, lari jarak jauh dengan medan yang curam.

Mathilda mengatakan latihan lari di tempat curam itu merupakan bagian latihan aklimatisasi di mana mereka harus beradaptasi dengan lokasi pendakian. Nantinya, mereka akan naik ke pos pertama dari base camp untuk menyimpan barang lalu kembali ke pos sebelumnya untuk tidur. Hal serupa dilakukan di pos berikutnya. Sehingga badan tidak kaget.

Menurutnya, latihan pernafasan juga sangat penting, mereka bahkan dilatih dengan cara berendam di kolam berisi balok es, dan berupaya mengubah suhu di sekitar agar tidak dingin.

“Rata-rata bisa minus 20 derajat, paling tinggi bisa minus 40, tantangannya saat summer day paling panjang jaraknya,”katanya.

Selain itu, persiapan mental juga dilakukan keduanya untuk pendakian ini. Berbagai wejangan dari para pendaki berpengalaman yang juga menjadi bekal mereka.

“Kami juga sudah diwanti-wanti bahwa pikiran negatif itu mengonsumsi oksigen cukup banyak, kami usahakan ketika kami mendaki, khususnya di summit, kami harus bisa menjaga pikiran kami positif, harus tetap hati-hati, fokus, dan menikmati perjalanan,” kata Didi.

Didi mengungkapkan rasa bangganya, gembira, sekaligus gugupnya bisa membawa perempuan Indonesia masuk ke puncak tertinggi di Antartika dan membawa bendera Indonesia.

“Di Dunia untuk perempuan, 7 Summit baru 33 orang dan di Indonesia belum ada.Kami bercita-cita jadi yang pertama,” ujar Didi.

Mereka juga berharap perjalanan mereka hingga gunung ketujuh dapat memberikan inspirasi bagi perempuan pendaki di Indonesia. Bahwa, Indonesia mampu sejajar dengan negara lain.

Pendakian sendiri akan dimulai dari Vinson Massif base camp pada 1 Januari 2017 dan diperkirakan mencapai puncak pada 4 Januari 2017. Diperkirakan kembali ke Indonesia pada 23 Januari 2017.

RELATED ARTICLES

Most Popular